Faperta IPB

sep11

Mengenal Tanaman Alternatif Sumber Bioenergi: Pongamia (Pongamia Pinnata L. Pierre) – Bagian 1

NEWS

Mengenal Tanaman Alternatif Sumber Bioenergi: Pongamia (Pongamia Pinnata L. Pierre) – Bagian 1

[boc_heading html_element=”h5″]Mengenal Tanaman Alternatif Sumber Bioenergi: Pongamia (Pongamia Pinnata L. Pierre) – Bagian 1[/boc_heading]

Peningkatan jumlah penduduk yang disertai meningkatnya kegiatan ekonomi dan pembangunan di Indonesia membutuhkan bahan bakar yang semakin banyak. Harga bahan bakar telah menjadi faktor utama penentu dari roda ekonomi yang berhubungan erat dengan tingkat keamanan dan kestabilan politik dan ekonomi suatu negara. Sementara itu, pasokan minyak bumi di Indonesia mau pun di dunia semakin menyusut.

 

Kebutuhan BBM nasional Indonesia meningkat setidaknya 6% per tahun. Beberapa studi melaporkan, bila tingkat penggunaan bakar tetap seperti saat ini pasokan yang tersisa hanya cukup untuk 30 tahun mendatang sehingga pengembangan energi alternatif terbarukan yang berasal dari tumbuhan sangat diperlukan. Biodisel memiliki beberapa keuntungan dibandingkan minyak bumi: biaya produksi relatif murah dan dapat diperbaharui, lebih aman disimpan karena untuk terbakar membutuhkan suhu lebih tinggi dibandingkan minyak bumi, dan emisi karbon yang rendah; pembakarannya menghasilkan CO2 dalam jumlah yang tidak lebih banyak dari pohon, serta memiliki exhaust yang relatif bersih

Salah satu tantangan pemanfaatan tanaman untuk energi ialah kompetisinya dengan pangan dan pakan.Salah satu species tanaman non-pangan dan non-pakan yang berpotensi menjadi sumber bioenergi ialah Pongamia (Pongamia pinnata L. Pierre, gambar 1) dari famili Leguminosae. Species ini telah diteliti secara mendalam di India, Filipina, Australia dan Cina.

Tulisan ini bertujuan memberi informasi tentang potensi Pongamia sebagai tanaman sumber biodisel, penggunaannya secara tradisional dan hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan di berbagai negara.

Deskripsi Pongamia

Pongamia ditemukan tumbuh di India, Myanmar, Malaysia dan Indonesia.Tanaman ini tergolong pohon-pohonan yang banyak digunakan sebagai pohon di taman kota dan peneduh jalan karena memiliki tajuk yang rindang dan bunga yang indah. Bunga Pongamia berwarna putih dengan nuansa merah muda dan harum.

Seperti halnya sebagian besarspecies dari famili Leguminosae, pongamia bersimbiose dengan bakteri rhizobium yang mampu mengikat gas nitrogen dari udara dan mengubahnya menjadi amonium (NH4). Simbiosis dengan bakteri ini dapat dilihat dari adanya bintil-bintil pada akar tanaman Leguminosae. Nitrogen sendiri merupakan unsur yang sering menjadi pembatas dari pertumbuhan tanaman sehingga simbiosis dengan bakteri ini membantu tanaman untuk tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman lainnya. Sekitar79% dari komposisi udara merupakan gas nitrogen sehingga kemampuan mengikat nitrogen dari udara merupakan suatu keunggulan.

Pongamia juga dikenal dengan nama pongam, honge, kanjara, atau Indian beech. Di Indonesia pongamia dikenal dengan nama pahang laut dan ditemukan tumbuh di berbagai wilayah dari pesisir hingga pegunungan di Jawa Barat dan di pesisir kepulauan Maluku.

Pongamia merupakan jenis tanaman yang memiliki adaptasi luas, dapat tumbuh pada lingkungan kering hingga lembab, toleransi suhu dari 0 hingga mendekati 40°C, dan mampu tumbuh pada tanah berpasir dan berbatu.

Pemanfaatan Pongamia di India dan Filipina

Minyak yang berasal dari biji Pongamia telah banyak digunakan di India sebagai bahan bakar lampu tempel pengganti kerosen di daerah-daerah terpencil yang belum memiliki jaringan listrik, dan sebagai lubrikan mesin. India telah meneliti tanaman ini sejak 1999 dan saat ini telah mulai memanfaatkan minyak Pongamia sebagai bahan bakar untuk mesin disel karena memiliki efisiensi termal yang relatif tinggi.

Di samping sebagai penghasil minyak, Pongamia memiliki banyak manfaat sampingan, yaitu:

  1. Daun dapat digunakan sebagai kompos karena mengandung nitrogen relatif tinggi. Kompos dari daun Pongamiadiduga mampu mengurangi infestasi nematoda pada tanaman produksi.
  2. Di Filipina kulit pohon merupakan bahan untuk membuat tali temali.
  3. Biji dan daunnya memiliki sifat antiseptik; minyak dari pongamia dapat menghambat pertumbuhan berbagai jenis bakteria antara lain Bacillus, Escherichia coli, Pseudomonas dan Staphylococcus; Daun- daun kering yang diletakkan dalam tempat penyimpanan biji-bijianmenjauhkannya dari serangga.
  4. Biji mengandung minyak yang berwarna merah kecoklatan dan biji tidak dapat dimakan. Di samping itu minyak pongamia digunakan sebagai pewarna bahan kulit, sebagai bahan bakar untuk lampu tempel.
  5. Pongamia merupakan tanaman induk untuk serangga lac (Laccifer lacca), yaitu serangga yang mengeluarkan resin lac dan dapat diproses menjadi shellac, polimer alami yang bersifat seperti polimer sintetik, sehingga sering disebut sebagai plastik alami.

Gambar 1: Polong pongamia (kiri) dan biji pongamia (kanan)

Gambar 2: Bibit pongamia berumur 2 bulan (dari biji, kiri)

dan tanaman dewasa yang sedang berbuah (kanan). Foto-foto oleh Krisantini.

Minyak Pongamia mengandung kadar trigliserida yang tinggi, dan residunya bersifat toksik. Namun dengan teknik pengolahan tertentu residu biji setelah minyak diekstrak dapat digunakan untuk makanan unggas.

Pongamia umumnya mulai menghasilkan setelah 4-5 tahun sejak tanam dan setelah itu dapat berproduksi hingga tanaman berumur 40-50 tahun. Setiap pohon yang tidak dibudidayakan mampu menghasilkan rata-rata 40 kg biji per pohon. Hasil ini bisa meningkat jauh bila tanaman dibudidayakan dengan baik.

Dr.Udipi Shrinivasa dari Indian Institute of Science, Bangalore, India, melaporkan satu pohon Pongamia yang berumur 10 tahun dapat menghasilkan160 kg per pohon per tahun. Dengan kandungan minyak 25% setiap 10 pohon dapat menghasilkan 400 liter minyak per tahun, dan residu pengolahan minyak berupa oil cake yang dapat dijadikan pupuk. Saat ini dengan teknik pengolahan yang sederhana minyak yang dapat diekstrak dapat mencapai 27%, sedangkan bila ekstraksi minyak dilakukan secara tradisional oleh penduduk di pedesaan, hasil minyak yang diperoleh sekitar 20%.

Sementara Dr Paul Scott dari Centre of International Legume Research Australia memperkirakan dengan populasi 350 pohon per hektar dengan budidaya yang baik akan menghasilkan 12 ton per ha. Dengan pengolahan yang baik persentasi minyak yang dihasilkan dapat mencapai lebih dari 30% (kst).

Document

[boc_img_gallery columns=”2″ fixed_size=”yes” image_ids=”26592,26593,26594,26595″]