Mahasiswa Arsitektur Lanskap Belajar Lanskap Budaya Di Bali
Mahasiswa Arsitektur Lanskap Belajar Lanskap Budaya Di Bali
Pada tanggal 21-24 Januari 2013 silam, Enam belas mahasiswa pascasarjana Arsitektur Lanskap melakukan fieldtrip ke pulau Dewata, Bali. Kegiatan fieldtrip ini merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam mata kuliah “Perencanaan dan Desain Lanskap”. Pulau Bali yang dikenal dengan sebutan Centre of The Universe memiliki model lanskap tropis dengan nilai sustainability yang tinggi baik pada segi budaya hingga pola penggunaan lahannya. Keberangkatan Fieldtrip ini didampingi oleh Dr. Siti Nurisyah selaku Koordinator Mata Kuliah “Perencanaan dan Desain Lanskap” serta Yuni Prihayati, Msi selaku asisten mata kuliah. Tujuan dari kunjungan Fieldtrip ini adalah agar mahasiswa dapat memperoleh persepektif baru dalam keberadaan lanskap budaya yang tercipta melalui hasil interaksi masyarakat dengan lingkungannya. Masyarakat Bali yang umumnya menganut agama Hindu mempunyai filosoi Tri Hita Kirana, yaitu filosofi yang menjelaskan bahwa manusia perlu membangun hubungan harmonis dengan tiga hal, yaitu Tuhan, Manusia dan Lingkungannya. Kehidupan masyarakat Bali sangat akrab dengan alam, hal ini ditunjukkan dalam bagaiman pemanfaatan sumber daya alam sebagai elemen penting dalam ritual keagamaan dan juga dimaknai keberadaannya secara filosofis.
Pada Fieldtrip kali ini, para mahasiswa mendapat kesempatan untuk mengunjungi kawasan pesisir hingga daerah dataran tinggi. Tema dari kegiatan Fieldtrip ini adalah lanskap budaya. Pada hari pertama, para mahasiswa melakukan perjalanan mulai dari Art Centre Denpasar, Nusa Dua Resort, Lagoon PT. Bali Tourism Development Centre, dan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana. Pada hari kedua, perjalanan dianjutkan ke Rumah Adat Bali Batubulan, Ubud, Istana Tampaksiring, Goa Lawah, dan Pantai Kuta.
Dalam kunjungan ke Art Centre, para mahasiswa dapat mempelajari bagaimana arsitektur Bali ditempatkan pada posisi yang sesuai dengan filosofi Bali. Banyak Ditemukan bangunan yang dikelilingi kolam. Bangunan tersebut berbentuk memuncak seperti gunung. Arsitektur ini dianalogikan bahwa kolam tersebut merupakan elemen air (laut) yang berada di bawah, sedangkan bangunan sebagai bentuk tubuh, dan bagian teratas dari bangunan diibaratkan sebagai puncak gunung.
Kunjungan berikutnya adalah Nusa Dua Resort yang terletak di bagian Selatan pulau Bali. Kedatangan mahasiswa IPB ke Nusa Dua Resort ini disambut ramah oleh staf bagian perencanaan dari PT. Bali Tourism Development Centre selaku pengelola Nusa Dua Resort di kantornya. Selama kurang lebih 1,5 jam, staf PT. BTDC mempresentasikan tentang profil Nusa Dua Resort dan bagaimana proses perencanaan dan perancangan resort yang berlandaskan dengan kebudayaan lokal. Selain itu, mereka menjelaskan bahwa bagaimana kekuatan lokal digunakan sebagai aset berharga berdaya jual tinggi di skala internasional. Presentasi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang interaktif. Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Bali telah menjadi karakter utama yang wajib ditonjolkan dalam setiap pembangunan resort dan hotel di Bali.
Setelah melakukan pertemuan secara indoor, mahasiswa mendapat kesempatan untuk berkunjungan ke Lagoon PT. BTDC. Lagoon ini merupakan sebuah area yang digunakan untuk mengolah air limbah dari rumah tangga (dalam Nusa Dua Resort) sehingga dapat digunakan kembali menjadi air irigasi.
Selain Art Centre dan Nusa Dua Resort, para mahasiswa mendapat kesempatan untuk berkunjung ke kawasan pesisir seperti Pantai Kosambe dan Pantai Kuta. Mereka juga mendapat kesempatan untuk berkunjung ke salah satu model pemukiman Bali yang terletak di kawasan Batu Bulan. Disitu, para mahasiswa dapat mempelajari bagaimana penataan ruang sangat penting dalam kehidupan masyarakat setempat. Para mahasiswa juga mendapat kesempatan untuk mengunjungi pura Hindhu.
Balqis Nailufar, salah satu mahasiswa yang ikut dalam kegiatan Fieldtrip mengaku telah mendapat banyak sudut pandang baru terhadap kebudayaan Bali jika dikaitkan dengan keilmuan Arsitektur Lanskap. “saya bisa melihat suatu desain dan perencanaan yang sangat menghargai alam..” sahut Balqis. “mungkin karena mereka percaya dengan karma..” tambahnya lagi. Masyarakat Bali memercayai bahwa kehidupan bagaikan sebuah siklus yang tidak pernah berhenti. Kehidupan harus dilakukan secara harmonis dan seimbang. Keberadaan suatu lanskap sangat penting sebagai penyeimbang antara bangunan yang terlihat ‘keras’.
Sepulang dari Fieldtrip ini, para mahasiswa diharuskan untuk membuat paper ilmiah dengan mengambil kajian tertentu yang terkait dengan budaya Bali. Harapannya, melalui kegiatan Fieldtrip ini mampu menambah wawasan serta meningkatkan kapasitas berpikir dalam menentukan bentuk atau model lanskap berkarakter tropis sehingga ke depannya mahasiswa juga mampu menciptakan model lanskap pertanian tropis di Indonesia.
Mari kita pelajari budaya di negeri kita sendiri! (Nisa)
Document