Faperta IPB

RUMPUT

Hortikultura Sumber Pendapatan Tunai Petani Yang Paling Menjanjikan

NEWS

Hortikultura Sumber Pendapatan Tunai Petani Yang Paling Menjanjikan

[boc_heading]Hortikultura Sumber Pendapatan Tunai Petani Yang Paling Menjanjikan[/boc_heading]

Negara Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang besar bagi pengembangan komoditas hortikultura. Komoditas ini memiliki peran yang besar tidak hanya dalam penyediaan dan penciptaan lapangan pekerjaan, pemerataan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan, namun komoditas ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia; penyediaan pangan bergizi, bahan obat nabati, dan estetika; meningkatkan daya saing ekonomi; serta perolehan devisa bagi negara melaui ekspor. Demilian halnya, hortikultura merupakan komoditas yang sangat penting dan strategis karena merupakan komponen penting dari “Pola Pangan Harapan”, yang harus tersedia setiap saat, dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Masyarakat Indonesia yang merupakan konsumen di dalam negeri, merupakan pasar yang sangat potensial, yang dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan serta jumlah penduduk Indonesia. Usaha agribisnis hortikultura (buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman biofarmaka) merupakan sumber pendapatan tunai bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena didukung dengan keunggulan berupa nilai jualnya yang tinggi, jenisnya beragam, tersedianya sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat.
Pengembangan hortikultura dalam perspektif paradigma baru tidak hanya terfokus pada upaya peningkatan produksi, produktivitas, dan efisiensi (growth) saja, tetapi terkait juga dengan isu-isu strategis seperti: mutu, keamanan pangan, pemertaan pendapatan dan pengentasan kemiskinan (equity and welfare), serta kelestarian lingkungan dalam rangka meningkatkan daya saing dan akses pasar yang lebih luas serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development). Sesuai Renstra Kementerian Pertanian 2010-2014, bahwa kebijakan dan strategi dalam pengembangan hortikultura diarahkan melalui pendekatan 6 pilar pengembangan hortikultura yang dilaksanakan secara simultan dan terintegrasi antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Enam pilar pengembangan pengembangan hortikultura tersebut adalah: (1) pengembangan kawasan, (2) penataan rantai pasok, (3) penerapan GAP dan SOP, (4) pengembangan kelembagaan, (5) fasilitasi terpadu investasi hortikultura, dan (6) peningkatan konsumsi dan ekspor. Sebagai fokus dari penerapan 6 pilar pengembangan hortikultura adalah pengembangan dan pengutuhan kawasan yang memiliki rantai pasokan (supply chain management) yang terstruktur.

Selanjutnya, untuk menjamin kepastian hukum di dalam penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan hortikultura, telah diterbitkan UU No. 13/2010 tentang Hortikultura. Undang-undang ini lahir sebagai tuntutan karena belum adanya regulasi yang mengatur secara khusus untuk komoditas hortikultura. Peraturan perundang-undangan yang telah ada belum mampu memenuhi kebutuhan untuk penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan hortikultura. Dampak yang diharapan dari adanya UU Hortikultura ini dalam pembangunan dan pengembangan hortikultura di Indonesia yaitu agar komoditas hortikultura dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Kondisi ini diharapkan mampu meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing, pangsa pasar, devisa, kesehatan, kesejahteraan, kemakmuran rakyat, dan berdaulat di negeri sendiri.
Pengembangan hortikultura di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai permasalahan, khususnya komoditas sayur-sayuran dan buah-buahan, baik terkait sistem dan proses produksi, kelembagaan, pengolahan, pemasaran, dan kebijakan perdagangan. Permasalahan klasik yang masih belum dapat terselesaikan dengan baik hingga saat ini terutama adalah permasalahan terkait dengan skala usaha yang kecil dan monokultur yang mengakibatkan usaha ini cenderung tidak efisien; masih rendahnya akses terhadap permodalan, teknologi, informasi, dan pasar; keterkaitan industri hulu-hilir yang masih lemah; dan belum terpenuhinya aspek kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. Selain itu, permasalahan lainnya adalah ketersediaan lahan dataran tinggi yang terbatas dan mengalami konversi, ketersediaan dan kondisi infrastruktur wilayah yang belum memadai, impor beberapa jenis komoditas sayur-sayuran dan buah-buhahan, dan permasalahan kesehatan lingkungan. Permasalahan lainnya yang tidak kalah penting dalam pengembangan komoditas ini adalah kondisi SDM petani yang masih rendah, belum berkembang dan berfungsinya kelembagaan di tingkat petani, perkembangan preferensi konsumen yang belum dapat diikuti dan dipenuhi oleh petani, daya saing buah-buahan Indonesia masih rendah, serta dukungan hasil-hasil riset dan pengembangan yang masih sedikit, sulit dijangkau (terkait dengan penyebarannya) dan diadopsi (penerapannya) oleh petani.
Darmaga, 10 Oktober 2011

Tim Perumus & Redaktur SUARA DARMAGA

 

Andrea Emma P
Jumadi
Bonjok Istiaji

 

Pelaksanaan Diskusi
Diskusi Bulanan ke-2 “Suara Darmaga”, Fakultas Pertanian IPB, dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 10 Oktober 2011, bertempat di Ruang Sidang Senat Fakultas Pertanian IPB, dimulai pukul 9.30 WIB hingga 12.00 WIB. Tema yang diangkat dalam diskusi kali ini adalah “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Hortikultura di Indonesia”. Acara diskusi dihadiri oleh Bpk. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr, selaku Dekan Fakultas Pertanian, IPB. Diskusi ini menghadirkan 3 narasumber utama, yaitu: Prof. Dr. Roedhy Purwanto (meteri paparan: Undang-undang Hortikultura), Dr. Ir. Anas D. Susila (Pengembangan Sayur-sayuran di Indonesia), dan Dr. Sobir (Pengembangan Buah-buahan di Indonesia). Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Dr. Ir. Syaiful Anwar bertindak sebagai moderator diskusi.